Saturday, September 20, 2014

JAKARTA REPOSE PROJECT #3

Clarence Ryan - 20 tahun

                 Kuliah merupakan salah satu kesibukan yang mungkin sedang dialami oleh kebanyakan remaja berusia 20 tahun saat ini. Kesibukan ini juga yang dirasakan oleh salah satu mahasiswa Prasetiya Mulya Business School angkatan 2012 yang mengambil jurusan finance, Clarence Ryan.  Sudah sekitar 2 tahun belakangan ini, Clarence Ryan atau yang lebih akrab disapa Clarence ini menjalani hari-harinya sebagai mahasiswa. Jadwal kuliah yang padat disertai tugas menghiasi hari-harinya selama menjadi mahasiswa di Prasetiya Mulya, meski begitu ia tetap merasa enjoy dalam menjalani hari-harinya. Tidak jarang ia juga menyempatkan waktunya untuk mengikuti kompetisi di bidang akademik. Saat ini Clarence sedang mempersiapkan dirinya untuk mengikuti kompetisi CFA Research Challenge yang di adakan oleh BEI (Bursa Efek Indonesia) dan CFA institute. Ketika ditanya seberapa sering ia mengikuti kompetisi akademis seperti ini, ia pun menjawab dengan penuh percaya diri “belakangan ini iya karena udah mau lulus, biar persiapan buat masa depan aja”. Pepatah yang mungkin cocok untuknya adalah berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Bekal dimasa depan yang membuat Clarence rela mengorbankan waktunya lebih banyak untuk mendapatkan pengalaman bagi masa depannya, karena menurutnya masa depan yang kita raih tergantung dengan bagaimana kita menjalankan hidup kita saat ini.

            Pria kelahiran 26 maret 1994 ini merasa waktu luang sangatlah penting, karena dengan adanya waktu luang ia dapat menenangkan pikiran dan sedikit menghilangkan rasa jenuhnya. “Penting banget buat refreshment, kadang-kadang cape sibuk kuliah biar bisa  semangat lagi perlu waktu luang bareng temen-temen, keluarga, atau pacar” tambahnya menjelaskan alasan pentingnya waktu luang dalam kesibukannya sehari-hari. Clarence dan teman-teman sekelompoknya juga memiliki taktik yang unik sebelum mereka mengerjakan tugas kelompok. Mereka sering menyempatkan waktunya sejenak untuk sekedar nongkrong sebelum mengerjakan tugasnya. Nongkrong mungkin dapat dikatakan sebagai salah satu aktivitas yang sering ia jalani untuk mengisi waktu luang. Biasanya Clarence lebih sering menghabiskan waktunya untuk nongkrong di  Mall atau Café di daerah Jakarta Pusat dan kawasan SCBD. Semakin menjamurnya tempat nongkrong baru yang menyediakan suasana yang berbeda dan unik, Clarence merasa hal tersebut sudah menjadi hal yang biasa saja dan lebih memilih tempat nongkrong yang memang sudah sering ia datangi. “Kalo sekarang gua males banget coba-coba tempat yang baru karena semua sama aja” ujarnya menjelaskan alasannya tetap memilih tempat yang sering ia datangi sebagai tempat nongkrong bersama dengan teman-temannya.

            Selama ia menjalani aktivitas yang rutin ia jalani ini, ia pun pernah merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan. Pengalaman ini memang  bukan terjadi langsung pada dirinya, namun pengalaman ini berhasil membuat suasana nongkrong Clarence pada saat itu menjadi tidak enak. Pengalaman buruk tersebut adalah ketika teman wanita Clarence mengunjungi suatu tempat dengan menggunakan sandal padahal tempat tersebut mengharuskan setiap pengunjung wanita yang datang untuk menggunakan heels, secara tidak langsung mereka semua harus kembali lagi ke mobil untuk mengambil heels tersebut. Suatu kejadian yang sedarhana namun berhasil membuat Clarence tidak memiliki semangat untuk nongkrong. Dalam memilih tempat nongkrong sebenarnya Clarence lebih memilih tempat nongkrong yang berada di luar Mall karena suasana Mall yang begitu-begitu saja dan sulitnya mencari parkir di hari libur semakin membuat Clarence yakin untuk memilih Café diluar Mall. Pria yang tinggal di daerah PIK – Jakarta Utara ini, mengaku sangat tidak suka dengan suasana Café yang ada di PIK, ia lebih rela pergi jauh di daerah Jakarta Pusat dibandingkan harus nongkrong di PIK. Hal ini disebabkan Café yang ada di PIK sudah terlalu ramai dikunjungi banyak orang. Clarence memang merupakan individu yang mementingkan leisure time nya, namun begitu ia tetap menjadikan tugas kuliah sebagai prioritas utama. ”Terpaksa gua lupakan, gua pendekin atau ga sama sekali karena tugas itu” tambahnya menjelaskan alasannya tidak melakukan leisure time nya.

            Pernah terpikir dalam benaknya, bahwa kegiatan nongkrong yang sering ia jalani ini juga membosankan, sehingga ia perlu melakukan hal lain seperti nonton konser maupun performance art. Pria yang sedang ikut serta dalam project broadway ini merasa bahwa sebenarnya konser maupun performing arts dapat menjadi sarana hiburan baru bagi masyarakat Jakarta. Meski begitu ia pun menilai bahwa sekarang ini masyarakat Jakarta memang belum bisa menghargai arts itu sendiri sehingga hal tersebut yang menjadi alasan masih minimnya performing art yang ada di Jakarta. Selain performing arts, Clarence juga sesekali datang ke acara konser musik terutama konser DJ anak muda seperti DWP (Djakarta Warehouse Project). Euphoria menjadi hal yang terpenting ketika nonton konser karena menurutnya meskipun artis yang perform sebagus apapun jika euphorianya jelek konser itu akan menjadi jelek.

            Kegemarannya menonton konser DJ anak muda ternyata didasari oleh kesukaannya untuk pergi ke club. Clarence memang selalu membuat jadwal kapan ia harus pergi ke club. Maksimal 2 kali dalam sebulan merupakan jadwal yang sudah ditetapkannya untuk pergi ke club. “Clubbing yang serunya ngeliatin orang mabok aja gitu, itu kan kocak. Kalo clubbing tapi ga ada yang kaya gitu pasti ga memorable” ungkapnya menjelaskan pengalaman terbaik yang ia dapat ketika pergi ke club. Jujur diakui Clarence, sering kali clubbing menjadi obat yang mujarab untuk sekedar melepas stres dari tugas-tugas kuliah yang ia jalani. Dalam memilih club ia pun memiliki banyak pertimbangan seperti tidak boleh yang terang, usia orang yang datang seusia dengannya, dan suasanya harus berkelas akan mempengeruhi euphoria yang akan dirasakannya. Meski begitu, usia pun menjadi pertimbangannya untuk ke club “kalo sekarang udah lebih ke 20 tahun, mendingan nge-chill nongkrong tapi sambil minum” paparnya ketika diminta memilih antara clubbing atau nongkrong.


            Clarence merasa objek wisata yang ada di jakarta sebenarnya menarik namun kurang mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun dari warga Jakarta sendiri untuk mengelolanya. Ia pun merasa, Jakarta perlu banyak open space, hal tersebut dirasa penting karena ia merasa kesulitan saat ingin mengajak pacarnya itu pergi ke open public space sehingga membuatnya harus jauh-jauh pergi ke Taman Bunga Nusantara. Ia pun akan merasa tertarik jika tempat seperti itu ada di Jakarta. Harapannya untuk Ibu Kota Jakarta “disiapin kaya satu lokasi masterplan yang intinya rekreasi banget. Mulai dari nonton film sampe performing arts. Disitu juga ada tempat nonton, nongkrong, makan, sampe clubbing juga ada” paparnya dengan penuh semangat. Ia pun dnegan penuh antusias menceritakan project Jakarta Great Wall yang akan berlokasi di Jakarta Utara. Project yang akan rampung pada tahun 2030 ini sangat menarik karena berlokasi di satu pulau yang berbentuk burung garuda. Sehingga masyarakat Jakarta tidak perlu lagi jauh-jauh pergi ke bali untuk mendapatkan suasana pantai. Sebagai generasi penerus bangsa, Clarence berharap kedepannya Jakarta dapat membuka diri dan melihat tempat Casino sebagai tempat hiburan yang menyenangkan karena melalui hal itu juga dapat menambah devisa bagi negara. Selain casino, Clarence berharap banyak diadakan performing arts di Jakarta dan masyarakat Jakarta mulai bisa menghargai arts itu sendiri karena sebenarnya arts dapat menjadi salah satu prospek yang baik untuk Jakarta kedepannya.


Created by,
Ilona Dea 






posted by Ilona Dea

0 comments:

Post a Comment