Clarence Ryan - 20 tahun |
Kuliah merupakan salah satu kesibukan yang mungkin
sedang dialami oleh kebanyakan remaja berusia 20 tahun saat ini. Kesibukan ini
juga yang dirasakan oleh salah satu mahasiswa Prasetiya Mulya Business School
angkatan 2012 yang mengambil jurusan finance, Clarence Ryan. Sudah sekitar 2 tahun belakangan ini,
Clarence Ryan atau yang lebih akrab disapa Clarence ini menjalani
hari-harinya sebagai mahasiswa. Jadwal kuliah yang padat disertai tugas
menghiasi hari-harinya selama menjadi mahasiswa di Prasetiya Mulya, meski
begitu ia tetap merasa enjoy dalam
menjalani hari-harinya. Tidak jarang ia juga menyempatkan waktunya untuk
mengikuti kompetisi di bidang akademik. Saat ini Clarence sedang
mempersiapkan dirinya untuk mengikuti kompetisi CFA Research Challenge yang di adakan oleh BEI (Bursa Efek
Indonesia) dan CFA institute. Ketika
ditanya seberapa sering ia mengikuti kompetisi akademis seperti ini, ia pun
menjawab dengan penuh percaya diri “belakangan ini iya karena udah mau lulus,
biar persiapan buat masa depan aja”. Pepatah yang mungkin cocok untuknya adalah
berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu
bersenang-senang kemudian. Bekal dimasa depan yang membuat Clarence rela
mengorbankan waktunya lebih banyak untuk mendapatkan pengalaman bagi masa
depannya, karena menurutnya masa depan yang kita raih tergantung dengan
bagaimana kita menjalankan hidup kita saat ini.
Pria
kelahiran 26 maret 1994 ini merasa waktu luang sangatlah penting, karena dengan
adanya waktu luang ia dapat menenangkan pikiran dan sedikit menghilangkan rasa
jenuhnya. “Penting banget buat refreshment,
kadang-kadang cape sibuk kuliah biar bisa
semangat lagi perlu waktu luang bareng temen-temen, keluarga, atau
pacar” tambahnya menjelaskan alasan pentingnya waktu luang dalam kesibukannya
sehari-hari. Clarence dan teman-teman sekelompoknya juga memiliki taktik yang
unik sebelum mereka mengerjakan tugas kelompok. Mereka sering menyempatkan
waktunya sejenak untuk sekedar nongkrong sebelum mengerjakan tugasnya. Nongkrong
mungkin dapat dikatakan sebagai salah satu aktivitas yang sering ia jalani
untuk mengisi waktu luang. Biasanya Clarence lebih sering menghabiskan waktunya
untuk nongkrong di Mall atau Café di
daerah Jakarta Pusat dan kawasan SCBD. Semakin menjamurnya tempat nongkrong baru yang
menyediakan suasana yang berbeda dan unik, Clarence merasa hal tersebut sudah
menjadi hal yang biasa saja dan lebih memilih tempat nongkrong yang memang
sudah sering ia datangi. “Kalo sekarang gua males banget coba-coba tempat yang
baru karena semua sama aja” ujarnya menjelaskan alasannya tetap memilih tempat
yang sering ia datangi sebagai tempat nongkrong bersama dengan teman-temannya.
Selama
ia menjalani aktivitas yang rutin ia jalani ini, ia pun pernah merasakan
pengalaman yang tidak menyenangkan. Pengalaman ini memang bukan terjadi langsung pada dirinya, namun
pengalaman ini berhasil membuat suasana nongkrong Clarence pada saat itu
menjadi tidak enak. Pengalaman buruk tersebut adalah ketika teman wanita
Clarence mengunjungi suatu tempat dengan menggunakan sandal padahal tempat
tersebut mengharuskan setiap pengunjung wanita yang datang untuk menggunakan heels,
secara tidak langsung mereka semua harus kembali lagi ke mobil untuk mengambil heels tersebut. Suatu kejadian yang
sedarhana namun berhasil membuat Clarence tidak memiliki semangat untuk
nongkrong. Dalam memilih tempat nongkrong sebenarnya Clarence lebih memilih
tempat nongkrong yang berada di luar Mall karena suasana Mall yang
begitu-begitu saja dan sulitnya mencari parkir di hari libur semakin membuat
Clarence yakin untuk memilih Café diluar Mall. Pria yang tinggal di daerah PIK
– Jakarta Utara ini, mengaku sangat tidak suka dengan suasana Café yang ada di
PIK, ia lebih rela pergi jauh di daerah Jakarta Pusat dibandingkan harus
nongkrong di PIK. Hal ini disebabkan Café yang ada di PIK sudah terlalu ramai
dikunjungi banyak orang. Clarence memang merupakan individu yang mementingkan leisure time nya, namun begitu ia tetap
menjadikan tugas kuliah sebagai prioritas utama. ”Terpaksa gua lupakan, gua
pendekin atau ga sama sekali karena tugas itu” tambahnya menjelaskan alasannya
tidak melakukan leisure time nya.
Pernah
terpikir dalam benaknya, bahwa kegiatan nongkrong yang sering ia jalani ini
juga membosankan, sehingga ia perlu melakukan hal lain seperti nonton konser
maupun performance art. Pria yang sedang ikut serta dalam project broadway ini merasa bahwa sebenarnya
konser maupun performing arts dapat menjadi sarana hiburan baru bagi masyarakat
Jakarta. Meski begitu ia pun menilai bahwa sekarang ini masyarakat Jakarta
memang belum bisa menghargai arts itu sendiri sehingga hal tersebut yang menjadi alasan masih minimnya performing art
yang ada di Jakarta. Selain performing arts, Clarence juga sesekali datang ke
acara konser musik terutama konser DJ anak muda seperti DWP (Djakarta Warehouse
Project). Euphoria menjadi hal yang terpenting ketika nonton konser karena
menurutnya meskipun artis yang perform sebagus apapun jika euphorianya jelek
konser itu akan menjadi jelek.
Kegemarannya
menonton konser DJ anak muda ternyata didasari oleh kesukaannya untuk pergi ke
club. Clarence memang selalu membuat jadwal kapan ia harus pergi ke club.
Maksimal 2 kali dalam sebulan merupakan jadwal yang sudah ditetapkannya untuk
pergi ke club. “Clubbing yang serunya ngeliatin orang mabok aja gitu, itu kan
kocak. Kalo clubbing tapi ga ada yang kaya gitu pasti ga memorable” ungkapnya
menjelaskan pengalaman terbaik yang ia dapat ketika pergi ke club. Jujur diakui
Clarence, sering kali clubbing menjadi obat yang mujarab untuk sekedar melepas
stres dari tugas-tugas kuliah yang ia jalani. Dalam memilih club ia pun
memiliki banyak pertimbangan seperti tidak boleh yang terang, usia orang yang
datang seusia dengannya, dan suasanya harus berkelas akan mempengeruhi euphoria
yang akan dirasakannya. Meski begitu, usia pun menjadi pertimbangannya untuk ke
club “kalo sekarang udah lebih ke 20 tahun, mendingan nge-chill nongkrong tapi
sambil minum” paparnya ketika diminta memilih antara clubbing atau nongkrong.
Clarence
merasa objek wisata yang ada di jakarta sebenarnya menarik namun kurang
mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun dari warga Jakarta sendiri untuk
mengelolanya. Ia pun merasa, Jakarta perlu banyak open space, hal tersebut
dirasa penting karena ia merasa kesulitan saat ingin mengajak pacarnya itu
pergi ke open public space sehingga membuatnya harus jauh-jauh pergi ke Taman Bunga Nusantara. Ia pun akan merasa tertarik jika tempat seperti itu ada di
Jakarta. Harapannya untuk Ibu Kota Jakarta “disiapin kaya satu lokasi
masterplan yang intinya rekreasi banget. Mulai dari nonton film sampe
performing arts. Disitu juga ada tempat nonton, nongkrong, makan, sampe clubbing
juga ada” paparnya dengan penuh semangat. Ia pun dnegan penuh antusias
menceritakan project Jakarta Great Wall yang akan berlokasi di Jakarta Utara.
Project yang akan rampung pada tahun 2030 ini sangat menarik karena berlokasi
di satu pulau yang berbentuk burung garuda. Sehingga masyarakat Jakarta tidak
perlu lagi jauh-jauh pergi ke bali untuk mendapatkan suasana pantai. Sebagai
generasi penerus bangsa, Clarence berharap kedepannya Jakarta dapat membuka
diri dan melihat tempat Casino sebagai tempat hiburan yang menyenangkan karena
melalui hal itu juga dapat menambah devisa bagi negara. Selain casino, Clarence
berharap banyak diadakan performing arts di Jakarta dan masyarakat Jakarta mulai
bisa menghargai arts itu sendiri karena sebenarnya arts dapat menjadi salah satu
prospek yang baik untuk Jakarta kedepannya.
Created by,
Ilona Dea
posted by Ilona Dea
0 comments:
Post a Comment